Kamis, 26 Juni 2008

RAKOR DPC PKS GUNUNG JATI

Terkait dengan beberapa agenda dakwah ke depan jajaran pengurus DPC PKS kecamatan gunung jati menggelar rapat kordinasi rutin bulanan pada tanggal 23 Juni 2008 yang bertempat di desa wanakaya, dihadiri seluruh pengurus DPC dan perwakilan ranting PKS. dalam acara tersebut yang dipandu oleh ketua DPC PKS gunung jati Noris Nur Iswahyudi, S.si, kembali mmenegaskan kepada seluruh kader untuk mengokohkan kambali struktur yang sudah terbina dengan memperluas struktur hingga tingkat RW. seruan ini disambut positif oleh pengurus ranting dengan segera menyebut dan mendata nama-nama yang akan dicalonkan untuk menjadi kordinator RW untuk kemudian diadakan silaturahmi.
untuk pertemuan yang akan datang diagendakan membahas persiapan Pilkada Bupati oktober mendatang dan persiapan kampanye Parpol yang dimulai bulan juli.

FPKS Dukung Interpelasi BBM


Laurencius Simanjuntak - detikcom Jakarta - DPR akan segera memutuskan apakah akan menggunakan hak angket atau interpelasi terhadap kebijakan kenaikan harga BBM. Fraksi PKS memilih hak interpelasi.


"Fraksi PKS mendukung hak interpelasi soal kebijakan BBM. Tapi jika terjadi voting FPKS membuka ruang kepada anggotanya untuk memilih hak angket," kata Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq sebelum sidang paripurna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (24/6/2008).

Menurut Mahfudz di kalangan DPR memang masih ada perdebatan antara memilih hak angket atau interpelasi. UU APBNP 2008 memberi ruang bagi pemerintah mengambil tindakan jika harga minyak dunia lebih dari US$ 100 per barel.

"Di sisi lain ada yang menganggap itu melanggar UU, oleh karena itu tergantung dasar hukumnya," imbuh Mahfudz.

Mahfudz menjelaskan, pilihan antara interpelasi dan angket punya pertimbangan masing-masing. Jika dasar hukum untuk hak angket ini kuat, anggota FPKS juga mungkin memberi dukungan. ( fay / ana )


Sumber: DetikCom
Pengirim: Khairunnisa Update: 24/06/2008 Oleh: Khairunnisa

Selasa, 17 Juni 2008

Klab Guru ”share for Indonesia” - Rumah Baca Pelangi Gelar Parenting Session

Pendidikan sebagai kunci awal kebangkitan nasional yang bermula pada tahun 1908 menelurkan spirit kemajuan pada bangsa ini. 100 tahun berikutnya, pendidikan masih menjadi kunci keberhasilan dari pembangunan peradaban. Pendidikan tak bisa dilepaskan begitu saja dalam pembangunan bangsa ini.

Meski zaman berubah dan memiliki karakter tersendiri, pendidikan tetap menjadi sarana utama yang harus disesuaikan dengan perubahan karakter zaman. Sejatinya, pengelolaan pendidikan juga harus difokuskan pada beberapa hal, di antaranya menekankan rasa kemanusiaan pada diri peserta didik hingga setiap diri menyadari akan eksistensi orang lain dan hak-hak mereka. Selain itu pendidikan juga perlu berfokus menekankan kepribadian dengan segala karakteristiknya, untuk menjaga eksitensi umat melaui wawasan kebangsaannya.

Pembahasan tersebut menjadi topik seru dalam Diskusi Harkitnas 2008, yang digelar Klab Guru ’Share For Indonesia’ bekerjasama dengan Rumah Baca Pelangi Pos WK Kecamatan Gunung Jati di Rumah Makan Ampera Tuparev, Cirebon pada 25 Mei 2008. Bincang-bincang bertema ”Filosofi Pendidikan Anak dalam Keluarga dan Sekolah Menurut Islam dan Keilmuan” ini menghadirkan Kepala TKIT Sabilul Huda Cirebon H. Titi Inayah, SE dan Dosen Universitas Muhammadiyah Cirebon, Ida Ri’aeni Iswahyudi, S.Sos.

Diharapkan para pendidik maupun peserta didik memiliki kesadaran akan tujuan pendidikan yaitu menyiapkan generasi untuk hidup lebih baik, dari segi material maupun spiritual. Tentu dengan persiapan fisik, intelektual dan mental,” papar Ida Iswahyudi yang juga Koordinator Klab Guru.

Fokus pendidikan juga diupayakan mampu melahirkan insan yang berjiwa kuat, bangga dengan agama dan bangsanya, berusaha membebaskan negeri dari hegemoni asing; memahami kewajiban terhadap Tuhan, diri dan bangsanya; serta membekali peserta didik dengan bekal dan pengetahuan yang mumpuni untuk bergelut dalam segenap medan kehidupan.

Tentu tujuan mulia tersebut tidak hanya berada di tangan pendidik. Pendidikan secara makro dan mikro menjadi tanggungjawab semua kalangan baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, lembaga pendidikan dan negara.

Dalam lingkup tersebut, tugas-tugas pengasuhan (parenting) yang dilandasi semangat kemanusiaan berbasis kekuatan fisik, intelektual dan mental (spiritual) menjadi hal yang sangat penting. Para pendidik harus lebih banyak belajar dan belajar dalam tugasnya mendidik. Berkenaan dengan itu, diharapkan para pendidik sanggup menjadi teladan yang dengan segala aktivitasnya diarahkan supaya lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.

” Rangkaian kegiatan Parenting Session dilanjutkan dengan Roadshow Rumah Baca Keliling dan Bazaar Perlengkapan Pendidikan Selama 25-31 Mei 2008 di sekolah-sekolah sekitar kecamatan Gunung Jati, Suranenggala dan Kapetakan,” tambah Sri Susilawati, Ketua Panitia.[]

Jumat, 13 Juni 2008

Workshop Citizen Journalism Tingkat Sekolah Menengah se-Kota Kabupaten Cirebon Oleh Pikiran Rakyat

Workshop Citizen Journalism Tingkat Sekolah Menengah se-Kota Kabupaten Cirebon
Pemateri yang akan memberikan pelatihan :

1. H. Budhiana / Wakil Pemimpin Redaksi Pikiran Rakyat.
2. Islaminur Pempasa / Redaktur Pelaksana Pikiran Rakyat.
3. Dudi Sugandi / Redaktur Photo Pikiran Rakyat.
4. Erwin Kustiman / Asst. Redaktur Pendidikan Pikiran Rakyat.
5. Tisha / Wartawati Suplemen Belia.
6. Bonni Irawan / Tim Convergensi Pikiran Rakyat.
7. Diding A. Karyadi / Pemimpin Redaksi Harian Mitra Dialog.
8. I Made Castra / Kartunis Harian Mitra Dialog.

Peserta Pelatihan

1. Peserta pelatihan adalah merupakan delegasi pelajar yang berasal dari SMA/Sederajat yang ada di wilayah Kota dan Kabupaten Cirebon
2. Jumlah masing-masing delegasi dibatasi maksimal 5 (lima) orang dari setiap sekolah, atau secara keseluruhan jumlah peserta pelatihan maksimal adalah sebanyak 160 orang.
3. Peserta tidak dikenakan biaya pelatihan.
4. Peserta akan mendapatkan kontraprestasi berupa :
o Sertifikat
o Cenderamata
o Konsumsi selama pelatihan
5. Bagi para peserta diwajibkan membawa laptop yang dilengkapi dengan fasilitas WiFi


Waktu dan Tempat Kegiatan

Kegiatan akan dilaksanakan selama 2 (dua) hari pada,

Hari : Selasa dan Rabu
Tanggal : 24 – 25 Juni 2008
Tempat : SMA Santa Maria 1
Jl. Sisingamangaraja No. 12
Cirebon, Jawa Barat
Waktu:
Selasa, 24 Juni 2008 sampai Rabu, 25 Juni 2008
Jam: 08:00 sampai 16:00

Tiga Tugas Dai Dalam Memenangkan Dakwah

dakwatuna.com - Siyasah Da’wah (politik dakwah) menegaskan prinsip bahwa kader penggerak dakwah adalah aset utama gerakan (rashidul harakah). Kekuatan dakwah bertumpu pada daya soliditas, responsivitas, dan produktivitas para kader penggeraknya dalam melakukan manuver dakwah (munawarah da’wiyah). “Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikutnya yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak pula menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (Ali Imran: 146)

Selain unsur kader penggerak dakwah adalah kekuatan sarana (anashirul-wasail) dan sifatnya hanya sebagai pendukung kesuksesan manuver dakwah para kader penggerak dakwah. “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak ketahui, sedang Allah mengetahuinya….” (Al-Anfaal: 60)

Berpijak pada prinsip itu, ada tiga tugas penting yang harus dijalankan pada dai dalam kancah ma’rakah da’wah (bisa dalam bentuk amal tabligh, siyasiyah (politik) hingga ghazwah (perang)). Pertama, seorang kader penggerak dakwah harus punya tugas moral untuk menjadi penggerak semua rekan-rekan seperjuangnya untuk mau berpartisipasi dalam pemenangan dakwah. Ini dilakukan dengan membangkitkan orientasi perjuangan (ittijah jihadiyah) sebagai bukti kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya. “Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin itu untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar di antaramu, mereka dapat mengalahkan seribu dari orang-orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti.” (Al-Anfaal: 65)

Kedua, seorang penggerak dakwah yang sejati senantiasa mengawal perjuangan rekan-rekan seperjuangannya agar mampu menjaga syakhsiyah rabbaniyah, sebagaimana telah ditempa sebelumnya dalam proses panjang tarbiyah. Ma’rakah siyasiyah, sebagai contoh, adalah medan ujian bagi soliditas kepribadian (matanah syakhsiyah) para kader penggerak dakwah, sebagai medan aktualisasi nilai dan fikrah yang diyakini kebenarannya, serta sebagai medan tarbiyah maydaniyah (pendidikan lapangan) yang sangat berharga. “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan musuh, maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah nama Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung. Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah….” (Al-Anfaal: 45-47)

Ketiga, seorang penggerak dakwah yang istiqomah akan selalu melakukan konsolidasi kepribadian dan barisan dengan rekan-rekan seperjuangannya, baik ketika bersiap maupun ketika kembali dari medan ma’rakah. Tidak bisa dinafikan bahwa akan muncul masalah-masalah operasional (qadhaya tathbiqiyah) yang menimpa sebagian jajaran kader dakwah sebagai konsekuensi gesekan dan benturan di lapangan dakwah. Terutama ketika medan yang mereka masuki adalah medan ma’rakah siyasiyah yang penuh fitnah. Karena itu, konsolidasi dan merapatkan barisan adalah solusi yang harus senantiasa dilakukan; dan sarananya adalah kembali melakukan tarbiyah. “Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya (dari medan perang), supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (At-Taubah: 122)

Inilah tiga tugas penting yang harus dilakukan seorang kader penggeraka dakwah jika ingin memenangkan dakwah di setiap medan ma’rakah. Tugas ini harus dilakukan secara terus menerus. Dengan begitu, ia bisa menjadi kader penggerak dakwah yang responsif secara cepat dan tepat kala dakwah membutuhkannya.

Tentu saja untuk menjadi kader dakwah yang seperti itu bukan perkara ringan. Namun, itu juga sebuah kemestian. Sebab, kelalaian seorang kader penggerak dakwah untuk menunaikan ketiga tugasnya itu, akan berakibat fatal. Setidaknya dakwah harus membayar perjuangan meraih kemenangannya dengan harga yang lebih mahal karena terjadi kekeroposan pada kekuatan internal para pengasungnya. Bila ini terjadi, kejayaan Islam, tegaknya syariat Allah di muka bumi, dan umat yang memiliki izzah (harga diri) hanya tinggal mimpi. Naudzu billahi min dzalik.

Oleh: Tim dakwatuna.com
Kirim

Selasa, 10 Juni 2008

Pilkada Sumsel

PKS Dukung Helmi Yahya Dampingi Syahrial Oesman

Pasangan Cagub-cawagub Sumatera Selatan Syahrial Oesman-Helmi Yahya mengambil formulir pendaftaran peserta Pilgub Sumsel di Sekretariat KPUD Sulsel, Jl Nyoman Ratu Jakabaring, Palembang, Sumsel, Selasa (10/6/2008).


Palembang - Pasangan Syahrial Oesman-Helmi Yahya yang diusung PDI Perjuangan untuk Pilkada Sumatera Selatan, kini mendapat dukungan dari DPW PKS Sumsel.

Keputusan ini diambil melalui Rakerwil DPW PKS Sumsel di sekretariat DPW PKS Sumsel, Jalan Demang Lebar Daun, Palembang, Minggu (08/06/2008). Hal itu diungkapkap Ketua DPW PKS Sumsel, Yuswar Hidayatullah, kepada detikcom, melalui telepon.

"Kami mendukung Helmi Yahya mendampingi Syahrial Oesman lantaran dia memang pantas. Selain muda, berpendidikan, juga dia memiliki hubungan yang bagus dengan PKS. Terutama saat Pilkada DKI Jakarta beberapa waktu lalu," kata Yuswar.

Menurut Yuswar, pilihan tokoh muda memang merupakan jawaban PKS atas krisis kepemimpinan yang berlangsung di Indonesia saat ini. "Kami yakin betul Helmi akan mampu mendampingi Syahrial Oesman dalam memimpin Sumsel ke depan, membuat pembangunan fisik dan humaniora di Sumsel kian menjadi baik," kata Yuswar. ( tw / aba )








Sumber: DetikCom
Pengirim: Mohammad Yusuf Update: 11/06/2008 Oleh: Mohammad Yusuf

Rabu, 04 Juni 2008

Mengokohkan Jati Diri dan Citra PKS

M Sohibul Iman

Perolehan suara pada Pemilu 2004 yang sangat spektakuler tidak terlepas dari kenyataan bahwa 'Bersih dan Peduli' bukan semata slogan, tapi kristalisasi bukti-bukti di lapangan sejak partai ini berdiri tahun 1998 (sebelumnya Partai Keadilan). 'Bersih dan Peduli' dengan mudah diatribusikan kepada PKS karena memang nilai-nilai itu dapat dilihat dan dirasakan oleh masyarakat.


Ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa 'Bersih dan Peduli' bukan semata slogan, tapi kristalisasi bukti-bukti di lapangan sejak partai ini berdiri tahun 1998 (sebelumnya Partai Keadilan). 'Bersih dan Peduli' dengan mudah diatribusikan kepada PKS karena memang nilainilai itu dapat dilihat dan dirasakan oleh masyarakat.

Sampai kadar tertentu 'Bersih dan Peduli' telah menjadi brand image sekaligus specific knowledge PKS. Brand image terkait dengan pencitraan diri, sementara specific knowledge terkait dengan penciptaan nilai (value creation) dan penyebaran manfaat (benefit delivery). Penciptaan nilai dan penyebaran manfaat merupakan orisinalitas (jati diri), sementara citra merupakan buah atau cermin dari orisinalitas. Citra tidak dapat diciptakan dengan kemasan dan pemasaran semata, secanggih apa pun.

Kemasan dan pemasaran tanpa orisinalitas melahirkan citra semu. Citra sejati dibangun oleh orisinalitas ditambah kemasan dan pemasaran yang baik. PKS akan menggelar mukernas pada 1-3 Februari 2008 di Bali. Salah satu agenda pentingnya revitalisasi dan pengokohan citra 'Bersih dan Peduli'. Dalam dokumen falsafah perjuangan dan platform pembangunan PKS yang diterbitkan Desember 2007, citra itu tetap menjadi positioning partai.

Bersih cermin kesalehan moral, sementara peduli cermin kesalehan sosial. Dalam kedua dokumen ini ditegaskan bahwa untuk dapat memimpin bangsa dibutuhkan juga kesalehan profesional. Maka, slogan PKS menjelang Pemilu 2009 adalah 'Bersih, Peduli, dan Profesional'. Pemaknaan profesional adalah dimilikinya kompetensi inti, kecakapan manajerial, kemampuan berpikir strategis, dan sikap terbuka (open minded). Introspeksi

Sejak PKS menjadi bagian dari koalisi SBY-JK tahun 2004, citra 'Bersih dan Peduli' kurang kuat menggema. Kisah-kisah heroik sebelum 2004 yang merupakan pembuktian 'Bersih dan Peduli' di ruang publik seakan tenggelam oleh langkah-langkah politik yang mencerminkan kegamangan antara sebagai partai oposisi atau bagian dari pemerintahan. Tentu ini dapat dimaknai positif sebagai proses pembelajaran dan pencarian bentuk ideal partai dakwah. Dalam kacamata dakwah, di antara prinsipnya adalah amar ma'ruf nahiy munkar, fastabiqul khoirot, dan maslahat umat, partai oposisi dan partai pemerintah tidak dilihat dalam oposisi biner. Selalu ada ruang dan posisi yang bisa diisi untuk menjembatani keduanya.

Di sisi lain, ini juga dapat dilihat secara negatif sebagai trial and error yang dapat menggerus citra itu. Trial and error memang bagian dari proses pembelajaran. Namun, pembelajaran yang baik tentu ada evaluasi dan kerangka waktu yang jelas. Keduanya dibutuhkan agar proses pembelajaran selalu on the right track dan dapat mengukur dengan jelas kemajuan pembelajaran itu sendiri. Dengan itu pembelajaran menjadi efektif dan modal dasar 'Bersih dan Peduli' dapat dipertahankan dan dikokohkan serta disinergikan dengan citra profesional.

Jelas bahwa lonjakan lima kali lipat perolehan suara PKS telah mengantarkan makin banyaknya kader-kader PKS yang menduduki jabatan-jabatan publik, baik legislatif maupun eksekutif, di pusat maupun daerah. Ini membawa konsekuensi PKS berhadapan dengan tantangan-tantangan dan peluang-peluang kekuasaan politik dan ekonomi yang makin besar.

Tarik menarik antara tantangan dan peluang ini tentu saja harus disikapi dengan arif dan hati-hati agar tidak terjebak dalam pragmatisme dan perilaku politik primitif. Pada titik ini penerjemahan dan elaborasi makna 'Bersih dan Peduli' perlu semakin diperjelas. Disadari bahwa dalam perjalanan 3,5 tahun sejak 2004 penerjemahan ini belum membuahkan satu kejelasan dan standardisasi makna 'Bersih dan Peduli' versi PKS. Yang terlihat adalah ijtihad-ijtihad pribadi para kader dalam menerjemahkan 'Bersih dan Peduli' ketika berhadapan dengan tantangan dan peluang.

Karenanya, pemaknaan 'Bersih dan Peduli' PKS menjadi terasa beragam. Tentu ini tidak menguntungkan bagi penciptaan brand image) PKS, bahkan dapat mengaburkan orisinalitasnya. Untuk itu dalam mukernas di Bali, PKS akan dengan serius mengevaluasi masalah ini dan berupaya menerjemahkan makna 'Bersih, Peduli, dan Profesional' dalam konteks ruang publik yang lebih luas sehingga ada standar pemahaman tentang ketiganya. Diharapkan ini dapat memperjelas orisinalitas dan mengokohkan citra PKS. Nasionalis substantif Dalam mukernas di Bali juga akan digelar dialog kebudayaan dan kebangsaan dengan menampilkan tokoh-tokoh nasional maupun pengamat asing. Ini untuk membincangkan pemaknaan dan pencarian format keterbukaan dan nasionalisme baru yang sesuai dengan semangat zaman (kekinian) dan kondisi riil Indonesia yang majemuk (kedisinian).

Bagi PKS substansi keterbukaan dan nasionalisme sudah selesai. Yang diperlukan adalah pemaknaan dan reformatisasi dalam konteks tantangan zaman baru yang terus berubah, baik di tingkat global, kawasan, maupun dalam negeri. Kesadaran ideologis universal, tuntutan yuridis formal, dan kenyataan empiris masyarakat yang majemuk menjadikan masalah keterbukaan dan nasionalisme sudah selesai di tingkat institusional semua parpol (juga ormas) yang telah disahkan pemerintah. Yang sulit di tingkat pergaulan dan perilaku politik sehari-hari.

Di kalangan kader dan simpatisan parpol (juga ormas) masih banyak yang belum memiliki kemampuan bergaul secara spontan (spontaneous sociability) dengan seluruh elemen bangsa dikarenakan sekat-sekat partai (juga ormas) masing-masing. Di kalangan elite juga masih banyak yang berpolitik dengan mengeksploitasi sentimen-sentimen primordial untuk meraih simpati konstituen.

Jadi, persoalan keterbukaan dan nasionalisme bukan terletak pada klaim-klaim verbal dan seberapa majemuk kepengurusan suatu partai (juga ormas) tapi lebih pada bukti-bukti substantif-faktual. Ini terkait dengan mind set dan kejujuran pelaku partai (juga ormas) terhadap logika sehat, nurani bersih, dan nilai luhur.

Dalam dialog kebudayaan dan kebangsaan PKS juga akan membincangkan masalah itu agar seluruh kader dan elite partai mendapat wawasan lebih luas dan memiliki kemampuan bergaul secara spontan dengan seluruh elemen bangsa. PKS meyakini reformasi dan transformasi bangsa ini hanya dapat dilakukan oleh suatu critical mass (di dalam maupun di luar PKS) yang memiliki kesalehan moral, kesalehan sosial, dan kesalehan profesional, serta memiliki daya rekat bangsa. Mereka ini akan tampil menjadi sosok nasionalis substantif, bukan nasionalis pragmatis.



Pengirim: Mohammad Yusuf Update: 01/06/2008 Oleh: Navis

Dinamika Sosial Budaya PKS


Karakter PKS mengkristal dan mencapai kulminasi dalam Pemilu 2004. Sejak itu perkembangan nasyid bergulir cepat, sehingga muncul genre alternatif. Ada nasyid parodi (Gondes Semarang) yang mengadopsi teknik Project P.Nasyid "klangenan" seperti Justice Voice (Yogyakarta) dan nasyid rap berbahasa Sunda (Ebiet Beat A dari Bandung).


Banyak pengamat mencermati kebangkitan Partai Keadilan Sejahtera sebagai bukti kemampuan partai politik (parpol) Islam untuk mengemas isu-isu publik, semisal antikorupsi dan pelayanan sosial.

Padahal, selama ini parpol Islam dan partai berbasis agama pada umumnya, terpenjara isu-isu religius dan ideologis. Kemenangan PKS bersama mitra koalisinya dalam pemilihan kepala daerah terkini di Jawa Barat (PAN) dan di Sumatera Utara (PPP dan PBB) menunjukkan partai Islam bisa menandingi partai nasionalis dan menangkal pragmatisme dalam derajat tertentu.

Analisis pengamat lebih terfokus pada efektivitas mesin politik atau popularitas kandidat. Belum ada yang secara serius menelaah faktor sosial-budaya.Kebangkitan PKS didukung lahirnya generasi baru di era transisi (1998-2008). Generasi ini telah mematahkan ambisi para elite status quo.

Kita bisa menyebutnya generasi AAC (Ayat-ayat Cinta)—meminjam fenomena budaya terkini, sebuah novel karya Habiburrahman El Shirazi yang terjual 450.000 kopi dan filmnya ditonton hampir 4 juta orang. Generasi ini dicirikan sifat kosmopolitan,semisal Fahri, yang kuliah di Universitas Al-Azhar (Mesir) dan bergaul dengan kawan berbeda latar: Kristen Koptik (Maria), modern Turki (Aisha), tradisional Arab (Naora), selain akrab dengan gadis Indonesia (Nurul).

Terlepas dari alur cerita AAC yang melankolis, hingga Presiden SBY menitikkan air mata ketika menontonnya, kisah Fahri adalah sublimasi dari pengalaman nyata ribuan kaum muda Indonesia yang kuliah/bekerja di mancanegara.Apa hubungannya dengan PKS? Pertama,pendiri PKS adalah kaum muda yang menikmati berkah pendidikan di era Orde Baru, sebagian di antara mereka alumni mancanegara.

Berbeda dengan tesis Sadanand Dhume (Yale Global Online, 1 Desember 2005) yang menyebut PKS sebagai ancaman nasional, lebih berbahaya lewat suara (ballot) ketimbang senjata (bullet).Dhume yang mantan wartawan Far Eastern Economic Review itu berkesimpulan PKS adalah partai radikal karena kadernya kebanyakan alumni Timur Tengah. Itu konklusi menggelikan karena sebagian besar pimpinan PKS bukan alumni Timur Tengah. Ada yang lulusan perguruan tinggi di Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat. Presiden pertama PK, Nur Mahmudi Ismail adalah alumni Universitas Texas. Presiden kedua,Hidayat Nur Wahid,memang alumni Universitas Madinah. Presiden pertama PKS yang jarang disebut orang, Muzammil Yusuf, produk asli Universitas Indonesia, walau sempat kursus bahasa Inggris di Australia dan kursus bahasa Arab di Mesir.

Presiden ketiga PKS, Tifatul Sembiring, yang menggantikan Hidayat, tercatat sebagai alumni Sekolah Tinggi Ilmu Komputer Trisakti. Dengan formasi seperti itu,terbantahkan pandangan yang menyebut PKS "partai fundamentalis"lantaran pimpinannya lulusan Timur Tengah, seperti simpulan Walter Lohman (The Heritage Foundation, 28 April 2008 ) yang mengikuti logika dangkal Dhume.

Simpulan lebih masuk akal adalah kecenderungan kosmopolitanisme PKS amat kuat karena tergolong generasi yang terpapar informasi global. Saat ini, sebagian kader PKS menyebar di berbagai negara Eropa, selain ada yang kuliah di Australia, Singapura,dan Taiwan. Fakta kedua, penulis novel AAC Habiburrahman El -Shirazy termasuk lingkungan dekat PKS.

Kang Abik yang menjadi guru di pesantren di Jawa Tengah itu mengakui kedekatannya dengan komunitas tarbiyah amat berperan dalam proses kreatifnya. Habib tercatat sebagai anggota Forum Lingkar Pena (FLP), asosiasi penulis muda yang beranggotakan 2.000 penulis tersebar di 125 kota. Menurut Taufik Ismail, "FLP adalah laboratorium penulis muda terbesar dalam sejarah sastra Indonesia."Tentu saja FLP tak berhubungan secara organisasional dengan PKS karena sifatnya nonpartisan.

Namun,publik mengetahui kader dan simpatisan PKS sangat aktif membentuk lembaga sosial dan asosiasi profesional di berbagai bidang. Perluasan pengaruh lembaga itu pada gilirannya menentukan pembesaran politik PKS. Perlu dicermati secara khusus kreativitas budaya yang dipelopori PKS seperti terwakili dalam acara milad yang diikuti 150.000 simpatisannya.

Dalam atraksi panggung tampil grup nasyid Izzatul Islam, Ruhul Jadid, Shoutul Harakah, dan Ebiet Beat A Nasyid adalah grup acapella yang direvitalisasi komunitas PKS sejak 1980-an. Berbeda dengan kekuatan politik lain yang tak peduli perkembangan seni-budaya, apalagi gerakan politik Islam modernis yang disalahpahami suka menentang tradisi,maka PKS mengemas substansi budaya Islam dengan unik. Kreativitas mereka lebih dahsyat dibandingkan capaian politik yang diraih dalam pemilu.

Pada 1980, awal kemunculan "nasyidpergerakan" denganteks Arab yang diadopsi dari Mesir dan Palestina. Nasyid seperti "Ghuraba" (Kelompok Asing) disenandungkan mahasiswa LIPIA, kampus bahasa Arab yang disponsori Kedubes Arab Saudi.Anis Matta (Sekjen PKS) dan Ulil Abshar Abdalla (pendiri Jaringan Islam Liberal) termasuk alumni perguruan yang dituding pengamat asing sebagai penyebar ideologi Wahabisme.

Sepuluh tahun kemudian, nasyid marak berwarna "populer" seperti kelompok Snada (Jakarta) dan Suara Persaudaraan (Malang). Begitu ngetopnya Snada hingga diundang DPP PDIP saat meresmikan Baitul Muslimin. Di samping kelompok domestik tumbuh subur, grup nasyid Raihan asal Malaysia juga berebut pasar Indonesia.

Penggemar nasyid semakin luas kemudian membuka pasar baru bagi kemunculan lagu rohani.

Sulis dan Haddad Alwi dengan salawat Nabi serta Opick dengan pop religius. Pascareformasi, tampil "nasyid cadas" dipelopori Izzatul Islam (Depok). Tema lagunya seputar perjuangan warga di daerah konflik Maluku,Poso, dan Aceh. Gelombang nasyid cadas yang mengentak-entak dengan suara perkusi dilengkapi Ruhul Jadid (Depok) dan Shoutul Harakah (Bandung).

Karakter PKS mengkristal dan mencapai kulminasi dalam Pemilu 2004. Sejak itu perkembangan nasyid bergulir cepat, sehingga muncul genre alternatif. Ada nasyid parodi (Gondes Semarang) yang mengadopsi teknik Project P.Nasyid "klangenan" seperti Justice Voice (Yogyakarta) dan nasyid rap berbahasa Sunda (Ebiet Beat A dari Bandung).

Nasyid rap-Sunda ini dari sudut pandang sosial-budaya turut mengangkat popularitas pasangan gubernur dan wakil gubernur terpilih Jawa Barat, Ahmad Heryawan-Dede Yusuf. Komunitas PKS telah menembus sekat budaya yang selama ini mengerangkeng partai Islam atau partai berbasis agama. PKS menjadi contoh, betapa partai politik dapat membangun basis sosial baru dan menawarkan wawasan budaya alternatif. (*)

Sapto Waluyo
Direktur Eksekutif Center for Indonesian Reform


Sumber: Koran Sindo
Pengirim: Mohammad Yusuf Update: 04/06/2008 Oleh: Mohammad Yusuf